Desa Cigedang pada waktu dahulu terkenal dengan nama Pagedangan yang di ambil dari bahasa Jawa (Gedang = Pisang). Pada waktu itu di daerah ini banyak tumbuh pohon pisang, hampir seluruh kebun hanya pohon pisang yang tumbuh. Dan yang memiliki kebun pisang itu hanyalah seorang pembesar dari Luragung, hingga sampai sekarang di Desa Cigedang terdapat kampung dengan nama Kebon Gede yang artinya kebun kepunyaan seorang penggede atau pembesar, yang kebiasaannya pembesar itu sering berdiam atau bertempat tinggal di Cigedang. Pembesar itu bernama Pangeran Kebon atau Pangeran Pakarang atau Pangeran Salingsingan. Sebagai bukti sampai sekarang yaitu logat bahasa di Cigedang hampir sama betul dengan logat bahasa di Luragung Landeuh.
Sudah saling memaklumi bahwa tugas dan kewajiban Pangeran Salingsingan itu banyak sekali yang sudah sepatutnyalah Pangeran itu harus memiliki pembantu - pembantu yang sangat cakap dan terampil. Kemudian di dapatlah seorang pembantu atau seorang punakawan yang bernama Ki Kerti yang berasal dari Cigadung Kuningan. Kemudian Ki Kerti setelah menikah mempunyai anak yang bernama Ki Jamiran. Makam Buyut Jamiran sampai sekarang masih ada yaitu kira - kira 500 meter di sebelah utara Dusun Kebon Gede yang termasuk wilayah Desa Luragung Tonggoh
Ki Jamiran mempunyai putra yang bernama Ki Jamirem. Menurut cerita Ki Jamirem adalah seorang yang terkenal dengan kegagahannya, misalnya pada waktu beliau berada didalam dangau, sedang menunggu kebun di kompleks Kirasama dama keadaan hujan, tiba tiba datanglah seseorang yang tidak dikenal dengan membawa senapan api yang sangat besar. Orang tersebut bermaksud ikut berteduh di dangau tersebut. Senapan apinya disimpan dan disandarkan pada tiang salah satu tiang dangau, karena senjata api itu terlalu besar maka tiang dangau menjadi roboh. Ki Jamirem menjadi marah dan menghardik orang tersebut untuk pergi, Orang yang membawa senjata api tidak mau mengalah akhirnya saking kesalnya orang itu mengangkat senjata apinya dan menembakkan senjata tersebut terhadap Ki Jamirem beberapa kali tembakan. Namun apa yang terjadi tidak satupun peluru yang menembus tubuh ki Jamirem. Selanjutnya, senjata apinya di rebut oleh ki Jamirem lalu di amblaskan ke dalam tanah sampai amblas. Orang yang membawa senjata merasa kalah dan tidak berani lagi untuk mengganggu Ki Jamirem. Dan akhirnya Ki Jamirem mengeluarkan wangsit:
Di Mana Anak Putu Kehujanan Diiringi Petir / Halilintar, Maka Sambat Saja Buyut Jamirem.
Karena menurut cerita bahwa Buyut Jamirem mampu menangkap petir
Buyut Jamirem mempunyai putra yang bernama Ki Sakimun. Dan Ki Sakimunlah orang yang pertama kali menjadi menjadi Kuwu (kepala desa) Cigedang. Sebagai Kepala Desa pada waktu itu tidak menerima upah/gaji, maka sebagai pengganti dari penghasilan sebagai Kuwu adalah bebas memiliki tanah (bengkok) sekehendak hatinya. Buyut Sakimun mempunyai 25 orang putra dari 5 orang istri dan keturunannya sebagaian besar adalah menjadi penduduk Desa Cigedang.
Kita kembali kepada cerita semula yaitu Pangeran Salingsingan yang telah mempunyai punakawan atau pembantu untuk mengurus kebun pisang yang begitu luas. Pada waktu itu kebetulan di Kerajaan Gebang ada kekosongan raja, kemudian Pangeran Salingsingan ikut mencalonkan untuk menjadi Raja Gebang. Dan beliau terpilih menjadi Raja Gebang dengan berganti nama menjadi Pangeran Aria Sutawijaya Upas. Wilayah Kerajaan Gebang meliputi Luragung, Ciamigebang dan daerah ke sebelah utaranya. Perkataan dan ucapan raja pada waktu itu sangat mujarab, sengingga banyak fakta yang baik dan buruk tidak dapat di ubah hingga sekarang, terutama mengenai tanaman sebagai bahan upeti.
Pangeran Aria Sutawijaya Upas membawa seorang punakawan dari Luragung yaitu Buyut Bujanggala Sakti yang merupakan salah seorang dari 12 Buyut Luragung.
Ke 12 Buyut Luragung itu adalah:
Ramelang Jaya di Batubelah.
Warga Jaya di perbatasan Luragung dan Cikaduwetan.
Kalor Rajuna di Penjarawesi (sebelah utara Desa Andamui)
Buyut Rosa Pangeran Digdig Pati Pahlawan Perang di Sarongge.
Susuhunan Lahun Wangi Di Cikaduwetan.
Bujanggala Sakti di Gebang.
Janggala Sakti di Cirebon.
Cipta Maya Sakti di Cirebon.
Pakung Wati di Cirebon.
Prabu Betara Sulanggir Kuning di Alun alun Luragung
Prabu Marate di Tungguljati Dukuhmaja
Talawungan Jaya di Muara Cisande
Sedangkan Demang di Luragung pada waktu itu adalah:
Demang Surapati.
Demang Dipacandra.
Demang Raksangabaya.
Kurang Lebih tahun 1600 Demang Raksangabaya mempunyai putra bernama Nata Manggala yang bersamaan dengan datangnya bangsa Belanda ke Luragung
Sampai dengan sekarang di Desa Cigedang banyak terdapat nama - nama tenpat baik darat maupun sawah,
seperti:
Kebon Gede
Kirasama
Sawah Baok
Sawah Nyenang
Sawah Manyeu
Sawah Nusa
Lebe Malem
Puseuran dan Manyeu
Neundeut
Jatiragas
Rumanasa
Loji
Tamra
Mangparang
Cibondol
Secara singkat sebagian dari tempat - tempat tersebut di atas penjelasannya adalah sebegai berikut:
SAWAH BAOK
Sebagaimana telah di uraikan diatas bahwa tanah pesawahan di lingkungan Cigedang dan Baok khususnya yaitu di buat oleh empat bersaudara dari Cigedang yang bernama:
Pangeran kalirasa
Wirawana
Cakrawana
Wiranggawana
Pangeran Kalirasa bertempat tinggal di Cigedang sedangkan Wirawana, Cakrawana dan Wiranggawana bertempat tinggal di Baok
KIRASAMA
Kirasama berupa tanah datar atau ladang yang lokasinya di sebelah barat Desa Cigedang atau di sebelah selatan Kebon Gede. Pengertian Kirasama yaitu: Kira = Perduga Sama = tidak berbeda Jadi Kirasa merupakan tempat pembesar - pembesar Luragung untuk merumuskan atau berdiskusi mengenai hal hal perlu di ambil kesimpulan yang sama untuk di sebarluaskan ke seluruh pelosok dunia. Tempatnya dengan menggunakan dangau Buyut Jamirem
KEBON GEDE
Kebon Gede mengambil istilah dari kebun - kebun terutama kebun pisang milik panggede - panggede atau pembesar - pembesar dari Luragung. Jadi Kebon Gede artinya Kebun Panggede.